Bali sebagai kawasan wisata internasional bakal mendapat saingan berat dari daerah tetangga di masa datang. Ini menyusul rencana pengembangan Megaproyek pariwisata Lombok, yang bakal disulap seperti BTDC Nusa dua, Bali. Pihak BTDC (Bali Tourism Development Corporation) selaku pengembang pariwisata Bali juga membenarkan rencana proyek tersebut.
Megaproyek kawasan wisata elit di Lombok, NTB ini digarap investor pengembang properti dari Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), yakni Emaar properties. Rencananya, pihak Emaar Properties akan memulai megaproyek ini tahun 2008. Megaproyek lokasi wisata megah Nusa Dua ala Lombok ini diperkirakan bakal menelan biaya 600 juta dolar AS atau sekitar Rp 5,446 triliun.
Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) BTDC, I Made Mandra memperkirakan kawasan pariwisata mega di Lombok itu sudah bisa dinikmati tamu, 3 tahun mendatang. Kawasan peristirahatan nan mewah itu nantinya akan diisi vila, dan hotel berbintang lima ke atas.
Sedangkan pangsa pasar utamanya adalah wisatawan Timur Tengah. Diharapkan, dengan selesainya pembangunan dan pengoperasian Bandara Internasional di Penujak, Lombok Tengah, wisatawan dari Timur Tengah bisa langsung terbang dari negaranya ke Lombok. Apalagi, jarak bandara internasional ke lokasi wiasata mewah yakni Pantai Kuta dan Tanjung di Lombok itu hanya sekitar 16 km. Ditambahkan Mandra, luas lahan yang akan dikembangkan jadi kawasan wisata elite di Lombok seluas 1.175 hektare. Jadi, luasnya 4 kali kali luas kawasan BTDC Nusa Dua, Bali.
Satu kendala bagi Bali untuk menggaet wisatawan manca negara dalam jangka panjang jika tak ingin disalip `tetanganya' itu, adalah masalah bandara. Sekadar perbandingan, Bandara Internasional Penujak (Lombok) akan dibangun dengan panjang runway (landas pacu) 4.500 meter. Sedangkan Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, yang jadi kebanggaan
Bali, hanya punya runway 3.000 meter. Dengan kondisi seperti ini, tidak mungkin bagi Bandara Ngurah Rai melayani pesawat berbadan besar seperti Air Bus. Sebaliknya, Bandara Internasional Penujak bisa melayani pesawat berbadan besar yang mengangkut lebih dari 500 penumpang. Kondisi ini sudah lama dikeluhkan kalangan pelaku pariwisata di Bali. Wacana untuk pengembangan Bandara Internasional Ngurah Rai pun sudah digaungkan sejak 3 tahun silam, ketika isu pembangunan Bandara Internasional Penujuk mulai merebak pada 2005.
Setahun lalu, Wapres Jusuf Kalla sudah menginstruksikan agar runway Bandara Ngurah Rai diperpanjang menjadi 4.000 meter dari semula 3.000 meter. Namun, sesuai rencana pengembangan yang dijalankan pihak Angkasa Pura I Pusat, runway Bandara Ngurah Rai tidak akan diperpanjang sebelum tahun 2025. Dengan dibangunnya bandara internasional di Lombok Tengah, sebagian wisman kemungkinan akan langsung mendarat di Lombok, tanpa singgah ke Bali. Apalagi, di wilayah NTB banyak kawasan wisata menarik. Dari sana, turis bisa melihat Bali, termasuk keberadaan Pura Narmada.
Kalau 10 persen saja wisman yang mendarat di Lombok tidak meneruskan perjalanan ke Bali, berarti pemasukan Bali akan hilang sekitar 170 juta dolar AS per tahun. Asumsinya, sebagaimana pernah diungkapkan Menbudpar Jero Wacik beberapa waktu lalu, sekitar 1,7 juta turis asing
per tahun diharapkan datang ke Bali. Hitung-hitungan bisnis, turis asing yang masuk ke Bal rata-rata memberi pemasukan 1.000 dolar AS per orang, dari belanja, penginapan, dan lainnya
modal paling mendasar bagi Bali jika ingin bersaing dengan Lombok, tentu saja, harus mengembangkan Bandara Internasional Ngurah Rai yang sekarang sudah krodit. Perluasan bandara, kata dia, menjadi satu keharusan, sehingga pesawat pesawat berbadan besar bisa mendarat di Bali. Selama ini, pesawat besar besar dari Eropa lebih banyak singgah di Singapura. Maklum, runway (landasan pacu) Bandara Ngurah Rai hanya sepanjang 3.000 meter, itu pun cuma satu runway. Padahal, untuk bisa melayani pedawat besar seperti Air Bus, Bandara Ngurah Rai minimal harus punya landasan pacu sepanjang 3.600 meter.
Taken from: www.nusabali.com
0 komentar:
Post a Comment