Pukul Berapa yaaaaa??

Slider

02 June 2010

Ada Bali di Lombok?


Di Lombok Anda bisa menemukan Bali, tapi di Bali Anda tidak bisa menemukan Lombok. Begitu penilaian sejumlah orang perihal Lombok usai berwisata, sejak dulu. Benarkah begitu? Lalu apa yang dimiliki Lombok dan tak ada di Bali?

Sewaktu menginjakkan kaki di Bandara Internasional Selaparang, Mataram, Lombok, kesan Lombok berbeda dengan Bali sudah mulai terasa. Langit bandara dan Mataram ketika itu biru, awannya berawan putih seolah berada di negeri awan.

Dan ketika menyusuri Lombok lebih jauh, ternyata anggapan itu bukan isapan jempol. Lombok ternyata puya daya pikat luar biasa yang tidak dimiliki Bali. Di pulau terbesar kedua setelah Sumbawa yang menjadi bagian dari wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini, ternyata bukan hanya memiliki Kawasan Pantai Senggigi, Tiga Gili, dan Gunung Rinjani yang sudah memancanegara. Melainkan juga sejumlah obyek wisata lain yang potensial menjaring lebih banyak lagi wisnus dan wisman di kemudian hari.

Terlebih kini tengah dibangun Bandara Internasional Lombok (BIL) di Desa Tanak Awu, Kabupaten Lombok Tengah. BIL dibangun untuk menggantikan Bandara Selaparang di Mataram yang sudah tak mampu lagi memenuhi pertumbuhan penumpang dan frekuensi penerbangan ke pulau itu. Ada juga yang menyebutkan, pembangun BIL ini sebagai salah satu syarat Emaar Properties dari Dubai selaku calon investor yang akan mendanai proyek mega wisata seluas 1.250 hektar di Lombok Tengah bagian Selatan.

Luas BIL mencapai 535 hektar atau dua kali lebih luas daripada Bandara Internasional Ngurah Rai di Bali. Biaya pembangunannya sebesar Rp 665 miliar. Ditargetkan mulai beroperasi awal 2010.

Ada Kuta Berpasir Merica

Mendengar nama Pantai Kuta (baca: Kute), pasti yang terekam di benak kita pantai tersohor yang (hanya) ada di Pulau Dewata Bali. Padahal di Lombok pun ada pantai indah yang juga bernama Kuta.

Kendati sama-sama bernama Kuta, jelas pesona keduanya berbeda. Bila Pantai Kuta di Bali berpasir sebagaimana umumnya pantai lainnya, lembut dan putih. Lainnya halnya dengan pasir Pantai Kuta Lombok. Butiran pasirnya seperti merica berwarna putih yang menghampar di sepanjang bentangan pantainya.

Konon pasir berbentuk merica itu berasal dari butiran karang tempat nyale atau cacing laut bersarang. Nyale-nyale yang jumlah miliaran itu membuat sarang di karang-karang putih dengan cara melubangi karang. Sisa galian nyale itu berbentuk butiran-butiran pasir yang kemudian dihanyutkan ombak ke pantai.

Lantaran berbentuk seperti butiran-butiran seperti merica, banyak warga dan pengunjung pantai ini menganggap lebih nyaman saat diinjak tanpa alas kaki dan bermanfaat memperlancar sirkulasi darah. Keistimewaan pantai ini (lagi), setiap setahun sekali digelar Festival Bau Nyale atau mencari nyale. Dan sekali lagi hanya ada di Kuta Lombok bukan Bali.

Bedanya lagi, kalau di Kuta Bali kondisinya sangat ramai dengan wisatawan sehingga agak sulit mendapatkan suasana yang lebih privacy, tenang, dan asri. Berbeda dengan Kute Lombok, suasananya lebih tenang dengan suguhan alam yang jauh lebih memikat. Pantainya dilataribelakangi perbukitan dan bukit karang yang menghijau, airnya bening dan aman untuk direnangi. Pengunjungnya masih sepi. Yang ada hanyalah sejumlah anak, penjual cendera mata yang "gigih" menawarkan dagangannya.

Pantai Kuta Lombok memang belum setenar Kuta Bali bahkan Pantai Senggigi di Lombok Barat. Namun dengan segala perbedaan dan keistimewaannya, pantai ini bakal menjaring wisnus dan wisman lebih banyak, kelak. Untuk menjangkau pantai ini dari Senggigi memakan waktu sekitar 2.5 jam, melalui Kota Mataram. Tapi Bila nanti BIL sudah beroperasi waktu tempuhnya jelas lebih singkat.

Sekitar 1,5 Km dari Pantai Kuta ada Hotel Novotel Coralia Lombok, hotel berbintang satu-satunya yang terdekat dengan Pantai Kuta. Pengunjung hotel ini kerap berwater sport atau sekadar berjemur dipantainya yang eksotis. Di dekat pantainya terdapat beberpa warung makan sederhana milik penduduk setempat yang juga menjyediakan air kelapa segar. Diprediksi sejumlah hotel baru dan rumah makan akan tumbuh bila BIL sudah benar beroperasi.

Toleransi Sejati di Pura Lingsar

Selain pantai yang bernama sama seperti di Bali. Di Lombok juga terdapat sejumlah pura. Salah satunya Pura Lingsar yang terletak di Desa Lingsar, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat. Berjarak sekitar 9,5 km dari Kota Mataram atau lebih kurang 7 Km dari Cakranegara. Pura terbesar dan tertua di Lombok ini dibangun pada 1714 oleh Raja Anak Agung Ketut Karangasem. Konon nama lingsar berasal dari bahasa Sansekerta, ling berarti "sabda" dan sar bermakna "sah"" atau "jelas".

Pura Lingsar ada kaitan erat dengan sejarah kedatangan ekspedisi Anglurah Ketut Karangasem pada 1692 Masehi. Ketika sang anglurah bersemadi di Pura Panggung, Lombok Barat, ia mendapatkan petunjuk gaib guna mencari sebuah mata air yang bernama atis toya hengsar ke arah Timur laut dari tempat tersebut.

Saat beristirahat di dekat kawasan yang dituju, ia dikejutkan suara gemuruh dari Selatan hutan. Lalu ia menuju ke arah itu dan mendapatkan mata air tersebut. Akhirnya, ia membangun pura yang kemudian dinamakan Pura Lingsar.

Luas keseluruhan kawasan Pura Lingsar beserta tamannya sekitar 26,663 hektar. Terbagi menjadi beberapa bagian yakni komplek "kolam kembar" (bagian paling depan), halaman taman bagian atas, halaman bencingah (bagian bawah depan kemaliq), kelompok bangunan pura (Ulon dan Gaduh) berpagar tembok, kelompok bangunan kemaliq (termasuk pasiraman), telaga ageng (kolam besar dan panjang, terletak di sebelah Selatan), dan pancoran sembilan (tempat pemandian) dan sekitarnya.

Salah satu ciri khas areal Pura Lingsar adalah adanya mata air yang sangat besar dan melimpah. Mata air itu dalam bahasa Bali disebut Telaga Ageng, sedangkan bahasa Sasaknya aik mual. Aik berarti "air" dan mual bermakna "melimpah keluar". Oleh karenanya Pura Lingsar kerap disebut oleh warga Suku Sasak dengan sebutan Pura Aik Mual.

Yang membedakan pura ini dengan pura lainnya di Bali selain kekhasan dan keunikan secara arsitektur, juga karena adanya Pura Ulon dan Pura Gaduh tempat persembahyangan umat Hindu dan di dalamnya terdapat pula bangunan suci kemaliq yang dipuja pula dan dihormati keberadaannya oleh Suku Bali yang beragama Hindu dan Suku Sasak yang menganut Islam. Konon kemaliq juga banyak dikunjungi warga Tionghoa, umumnya yang beragama Buddha dan Kong Fu Tse.

Bila Anda datang akhir November atau saat Desember, di Desa Lingsar digelar Perang Topat yang diadakan oleh umat Hindu dan Islam sebagai tanda terimakasih kepada Tuhan YME atas berkah yang diberikan selama setahun. Dalam acara budaya tahunan ini masyarakat saling melempar ketupat satu sama lain mulai pukul 16.30 sore saat bunga waru rontok dari rantingnya.

Bila ada upacara keagamaan di pura ini, masyarakat yang berbeda agama turun membantu. Dengan begitu Pura Lingsar bukan sekadar tempat beribadah sekaligus obyek wisata sekaligus bukti nyata adanya toleransi sejati antaragama sejak lama di Lombok.

Gerabah Khas Lombok

Di Bali Anda mungkin bisa menyaksikan sejumlah gerabah atau tembikar yang ternyata berasal dari Lombok. Tapi bila Anda datang langsung ke Lombok. Anda bukan cuma melihat bermacam gerabah khas Lombok di toko souvenir dan membelinya dengan harga yang lebih murah, melainkan juga dapat menyaksikan langsung proses pembuatannya, mulai dari menggali tanah liat, menjemurnya lalu dicampur air dan pasir. Kemudian diolah menjadi gerabah dengan peralatan sederhana sampai proses pembakaran secara tradisional yang disebut tenunuq lendang atau pembakaran di tengah kebun dengan kayu kering dan jerami.

Masyarakat Sasak sejak lama akrab dengan gerabah. Hal ini dikisahkan dalam cerita rakyat Dewi Anjani. Suatau ketika Dewi Anjani mengirim manuk bre, burung pembawa pesan untuk menolong sepasang manusia yang kebingungan menanak beras. Kemudian sang Dewi mengajari mereka mengolah tanah gunung menjadi periuk.

Hingga kini kerajinan gerabah masih menjadi bagian hidup lebih dari 10.000 perajin yang tersebar di Lombok. Ada 3 desa sentra perajin gerabah, yaitu Desa Banyumulek di Lombok Barat, Masbagik Timur di Lombok Timur, dan Desa Penujak di Lombok Tengah. Dari 11 dusun di Desa Banyumulek, ada 4 dusun sentra gerabah yakni di Banyumulek Barat, Banyumulek Timur, Gubug Baru, dan Muhajirin.

Gerabah Lombok selama ini mendominasi Bali. Sekitar 75 persen produk gerabah yang dibuat di Lombok dijual di Bali. Sementara sisanya 25 persen dijual di Lombok atau diekspor. Ada 28 negara yang menjadi tujuan pasar gerabah Lombok antara lain AS, Belanda, Italia, dan Selandia Baru. Sayangnya perdagangan gerabah Lombok masih tergantung terhadap Bali sebagai "pintu gerbang".

Bisa jadi kelak, setelah BIL beroperasi, ketergantungan itu tak ada lagi. Kendati gerabah Lombok bersaing dengan gerabah Pleret dan Kasongan (dalam negeri) serta gerabah Thailand (luar negeri). Namun gerabah Lombok punya daya saing tersendiri. Kandungan pasir kuarsanya cukup tinggi, kaolinnya pun bagus, dan yang terpenting sudah dilengkapi sertifikat tidak beracun sehingga aman sebagai wadah makanan maupun minuman.Sumber: Majalah Travel Club

0 komentar:

Post a Comment

Sponsor By



Sarana berbagi informasi dunia kerja dan usaha